Unordered List

Sabtu, 10 Agustus 2013

0 Pelestarian Budaya Madura ( Kalau Bukan Kita Siapa Lagi )


Madura memiliki kekayaan kesenian tradisional yang amat banyak, beragam dan amat bernilai. Dalam menghadapi dunia global yang membawa pengaruh materalisme dan pragmatisme, kehadiran kesenian tradisional dalam hidup bermasyarakat di Madura sangat diperlukan, agar kita tidak terje bak pada moralitas asing yang bertentangan de ngan moralitas lokal ataujati din bangsa. Kita sebagai orang asli Madura harus mengenal budaya Madura yang masih hidup, bahkan yang akan dan telah punah. Pengenalan terhadap berba gai macam kebudayaan Madura tersebut akan diharapkan mampu menggugah rasa kebangsaan kita akan kesenian daerah. Madura dikenal sebagai wilayah yang tandus namun kaya akan kebudayaan. Kekayaan budaya yang terdapat di Madura dibangun dari berbagai unsur budaya baik dari pengaruh animisme, Hin duisme dan Islam. Perkawinan dari ketiga unsur tersebut sangat dominant mewamai kebudayaan yang ada. Dalam perkembangannya berbagai kese nian yang bemafaskan religius, terutama benuansa Islami temyata lebih menonjol. Keanekaragaman dan berbagai bentuk seni budaya tradisional yang ada di Madura menunjuk kan betapa tinggi budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Kekayaan seni tradisional yang berisi nilai-nilai adiluhur yang berlandaskan nilai religius Islami seharusnya dilestarikan dan diperkenalkan kepada generasi muda sebagai penerus warisan bangsa. Kesenian tradisional adalah aset kekayaan budaya lokal yang akan mampu melindungi gene rasi muda dari pengaruh negatif era globalisasi. Pengaruh budaya global yang demikian gencar melalui media elektronik dan media cetak menye babkan generasi muda kehilangan jati diri. Dengan mengetahui kebudayaan lokal diharapkan generasi muda mampu menggali potensi kekayaaan seni tradisional sekaligus melestarikannya. Secara garis besar jenis-jenis kebudayaan tra disional Madura dapat dibagi dalam empat kelom pok dan dari masing-masing kelompok tersebut mempunyai tujuan maupun fungsi yang berbeda, adapun jenis-jenis kebudayaan tradisional tersebut adalah: Pertama, seni musik atau seni suara yaitu tembang macapat, musik saronen dan musik Ul Daul. Tembang macapat adalah tembang (nyanyian) yang mula-mula dipakai sebagai media untuk memuji Allah SWT (pujian keagamaan) di surau-surau sebelum dilaksanakan shalat wajib, tembang tersebut penuh sentuhan lembut dan membawa kesahduan jiwa. Selain berisi puji-pujian tembang tersebut juga berisi ajaran, anjuran serta ajakan untuk mencintai ilmu pengetahuan, ajaran untuk bersama-sama membenahi kerusakan moral dan budi pekerti, mencari hakekat kebenaran ser ta membentuk manusia berkepribadian dan berbu daya. Melalui tembang ini setiap manusia diketuk hatinya untuk lebih memahami dan mendalami makna hidup. Syair tembang macapat merupakan manivestasi hubungan manusia dengan alam, serta ketergantungan manusia kepada Sang Penguasa Alam Semesta. Contoh tembang macapat: Mara kacong ajar onggu, kapenterran mara sare, Ajari eimo agama, eimo kadunnya ‘an pole, Sal a settongja pabidda, ajari bi onggu ate. Nyare eimo patar onggu, Sala settongjapaceccer, Eimo kadunnyaan reya, Menangka sangona odhi Dineng eimo agama, menangka sangona mate. Paccowan kenga ‘e kacong, sombajangja ‘la ‘el/a ‘e, Sa ‘are samalem coma, Salat wajib lema kale, Badha pole salat sonnat, rawatib ban salat lail (anggoyudo, 1983) Seni musik atau seni suara selanjutnya adalah musik saronen. Beberapa atraksi kesenian Madura pengiring instrumen musiknya adalah saronen. Mu sik ini adalah musik yang sangat kompleks dan ser baguna yang mampu menghadirkan nuansa sesuai dengan kepentingannya. Walaupun musik saronen adalah perpaduan dari beberapa alat musik, namun yang paling dominan adalah liuk-liukan alat tiup berupa kerucut sebagai alat musik utama, alat musik tersebut bernama saronen. Musik saronen bersal dari desa Sendang Kecamatan Pragaan Kabupaten Sumenep yang berasal dari kata senninan (hari Senin) Suku Madura terkenal sebagai suku berwatak keras, polos, terbuka dan hangat, sehingga jenis musik riang dan berirama mars menjadi pilihan yang paling pas. Untuk mengiringi kerapan sapi dimain kan irama sarka yaitu permainan musik yang cepat dan dinamis, sedangkan irama lorongan jhalan (irama sedang) dimainkan pada saat dalam perjalanan menuju lokasi kerapan sapi. Irama lorongan toju’ biasanya memainkan lagu-lagu gending yang beri rama lembut, biasanya digunakan untuk mengiringi pengantin keluar dan pintu gerbang menuju pintu pelaminan. Jenis seni musik atau sent suara selan jutnya adalah musik ghul-ghul yaitu didominasi oleh gendang (ghul-ghul). Namun dalam perkemba ngannya permainan musik ini memasukkan alat musik lainnya, baik alat musik tiup maupun alat musik pukul. Ciri spesifik dari alat musik ini adalah terletak pada model gendang yang menggelem bung besar di bagian tengah. Musik ghul-ghul ini diciptakan untuk mengiringi merpati ketika sedang terbang. Iringan musik ini dipakai sebagai sarana hiburan bagi organisasi (perkumpulan) “dara get tak” , ketika membentak kemudian merpati dilepas ke udara, musik ini ditujukan untuk menyemarak kan suasana, musik ghul-ghul ini berasal dari desa Lenteng Timur Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep. Kedua, sent tari atau gerak yaitu tan muang sangkal dan tari duplang. Gerakan tari tradisional Madura tidak pemah terlepas dari kata-kata yang tertera dalam Al-Quran seperti kata Allahu atau Muhammad, begitu pula dengan batas-batas gerakan tangan tidak pemah melebihi batas payudara. Tari muang sangkal adalah sent tradisi yang bertahan sampai sekarang, Tari tersebut telah mengalami berbagai perubahan yaitu menjadi tarian wajib untuk menyambut tamu-tamu yang datang ke Sumenep. Sedangkan Tari duplang meru pakan tari yang spesifik, unik dan langka. Keunikan dari tarian ini disebabkan karena tarian ini merupa kan sebuah penggambaran prosesi yang utuh dari kehidupan seorang wanita desa. Wanita yang be kerja keras sebagai petani yang selama ini terlupakan. Dijalin dan dirangkai dalam gerakan-gerakan yang sangat indah, lemah-lembut, dan lemah gemulai. Tarian ini diciptakan oleh seorang penari keraton bernama Nyi Raisa. Generasi tera khir yang mampu menguasai tarian ini adalah Nyi Suratmi, dan tarian ini jarang dipentaskan setelah adanya pergantian sistem pemerintahan, peralihan dari sistem raja ke bupati. Sejak saat itu tarian ini jarang dipentaskan. Karena tingkat kesulitannya yang sangat tinggi, sehingga banyak penari segan untuk mempelajarinya, maka tidak mengherankan apabila tarian duplang kini tidak dikenal dan diingat lagi oleh seniman-seniman tari generasi berikutnya. Dengan demikian tarian ini benar-benar punah. Ketiga, upacara ritual yaitu sandhur pantel. Masyarakat petani atau masyarakat nelayan tradi sional Madura menggunakan upacara ritual seba gai sarana berhubungan dengan mahluk gaib atau media komunikasi dengan Dzat tunggal, pencipta alam semesta. Setiap melakukan upacara ritual media kesenian menjadi bagian yang tak terpisahkan dari seluruh proses kegiatan. Masyarakat Madura menyebutnya sandhur atau dhamong ghardham, yaitu ritus yang ditarikan, dengan ber bagai tujuan antara lain, untuk memohon hujan, menjamin sumur penuh air, untuk menghormati makam keramat, membuang bahaya penyakit atau mencegah musibah, adapun bentuknya berupa ta rian dan nyanyian yang diiringi musik. Daerah-daerah yang mempunyai kesenian ini menyebar di wilayah Madura bagian timur. Batuputih terdapat ritus rokat dangdang, rokat somor, rokat bhuju, rokat thekos jagung. Di Pasongsongan terdapat sandhur lorho’. Di Guluk-guluk terdapat sandhuran duruding, yang dilaksanakan ketika panen jagung dan tembakau, berupa nyanyian laki-laki atau perempuan atau keduanya sekaligus tanpa iringan musik. Musik langsung dimainkan oleh peserta de ngan cara menirukan bunyi dari berbagai alat musik. Di lingkungan masyarakat tradisional yang masih mempercayai ritual sandhur panthel yang diguna kan sebagai media penghubung dengan sang pencipta. Namun ritual ini sebenarnya bertenta ngan dengan agama Islam dan tidak pula diajarkan dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasul, jadi ini merupa kan suatu bid’ah dan haram hukumnya jika dilaksanakan. Berbagai bentuk kesenian adalah aset keka yaan budaya lokal yang akan mampu melindungi anak bangsa dari berbagai hantaman budaya global. Pengaruh budaya global memang saat ini demikian gencamya, mengalir dari berbagai pintu media massa, sehingga menyebabkan generasi muda kehilangan jati dirinya. Kekayaan seni budaya yang dimiliki oleh suku bangsa di Indonesia lambat laun akan punah, hal itu disebabkan oleh ketidakacuhan dari berbagai unsur, baik pihak pe merintah daerah, instansi pemerintah, tokoh formal maupun informal, masyarakat ataupun kaum generasi muda. Namun yang sangat penting untuk diperhatikan dalam hal ini, apakah budaya itu pantas atau sesuai dengan ajaran agama Islam…!?? Jika tidak sesuai, maka budaya itu tidaklah wajib dilestarikan. Keempat, seni pertunjukan berupa kerapan sapi dan topeng dalang. Perlombaan memacu sapi pertama kali diperkenalkan pada abad ke 15 (1561 M) pada masa pemerintahan Pangeran Katandur di keratin Sumenep. Permainan dan perlombaan ini tidak jauh dari kaitannya dengan kegiatan seha ri-hari para petani, dalam arti permainan ini mem berikan motivasi kepada kewajiban petani terha dap sawah ladangnya dan disamping itu agar peta ni meningkatkan produksi temak sapinya. Namun, perlombaan kerapan sapi kini tidak seperti dulu lagi dan telah disalahgunakan sehingga lebih banyak mudharat daripada manfaatnya. Ma salahnya banyak di antara para pemain dan penon ton yang melupakan kewajibannya sebagai hamba Allah SWT, yakni mereka tidak lagi mendirikan sha lat (Lupa Tuhan, ingat sapi). Kerapan sapi memang telah menjadi identitas, trade mark dan simbol keperkasaan dan kekayaan aset kebudayaan Madura. (Agus Lempar)

Posting Komentar

Recent Posts

Label

Archive

Infos

More Text

Labels

Diberdayakan oleh Blogger.

Translate

About Me

Agus Lempar
Ada Dan Selalu Siap Untuk Anda...
Lihat profil lengkapku

Followers

Popular Posts

Blogger templates

 

Blogger news

Blogroll

About