Unordered List

Senin, 21 Oktober 2013

0 Sape Sono’ : Keindahan dan Keramahan Madura

Sepasang Sape Sono'

Selain kerapan sapi, madura juga punya budaya yang tak kalah menarik. Budaya itu biasa disebut dengan sape sono’.  Bedanya, jika kerapan sapi diadu kekuatan dan keperkasaannya dalam berlari, maka sape sono’ diadu kecantikan dan keanggunannya. Sapi tidak dipacu dan ditunggangi. Ia Malah diiring dengan musik dan tari-tarian saronen-sebuah musik khas yang memang biasa digunakan untuk mengiring sape sono. Sapi-Sapi ini dirawat agar bulunya bagus, badannya sintal dan bisa berjalan serempak bersama pasangannya seperti pasukan yang sedang baris berbaris.
Orang-orang di luar Madura biasa menyebut kontes ini tak ubahnya Fashion show. Hanya saja, aktornya adalah sepasang sapi. Dan  semua sapi yang ikut berlaga dalam kontes ini harus berjenis kelamin perempuan. Dikatakan sape sono’karena dalam kontes ini, sapi dilepas digaris finis, diiring berjalan di lintasan, dan kemudian harus finis dengan masuk (nyono’) di bawah sebuah gapura. Di garis finis ini, sapi-sapi dituntut bias mengangkat kakinya secara bersamaan dan meletakkannya di sebuah kayu melintang. Kayu tersebut sebelumnya dibuat lebih tinggi dari lintasan. Yang paling anggun dan serempak berjalan, serta paling cepat meletakkan kakinya di papan melintang di bawah gapura, dialah sang pemenang. Pemiliknya berhak menerima hadiah dan secara ekonomis sapinya akan otomatis makin tinggi nilainya.


sape sono’pertama kali dicetuskan oleh warga Batu Kerbui pesisir utara Pamekasan. Dalam sejarahnya setiap kali selesai bekerja membajak ladang, para petani biasanya memandikan sapinya itu. Setelah dimandikan maka sepasang sapi itu didiamkan ke satu tiang ”tancek’’. Kebiasaan itu juga dilakukan oleh petani lain dalam satu petak tanah tegal, sehingga tampak ramai.

Nah dalam perkembangannya, kemudian muncul pemikiran dari para petani untuk memilih dan melombakan mana sapi yang paling bersih dan rapi berdiri. Pasangan sapi itu juga kemudian didandani dengan asesoris lain yang indah. Kemudian dari inilah tradisi sape sono’itu muncul, yang pada akhirnya menjadi sebuah budaya masyarakat Pamekasan dan Madura pada umumnya.

sape sono’ dalam perkembangannya bukan hanya menjadi perekat hubungan sosial, namun juga memiliki makna budaya dan tehnologi. Bagi Pamekasan sapi sonok telah menjadi kebanggan tersendiri. Bupati Pamekasan telah mendapatkan penghargaan sebagai bupati yang memiliki kepedulian yang tinggi atas pelestarian budaya karena komitmennya untuk melestarikan sape sono’ ini.

Dari aspek sosial budaya sapi sonok mendekatkan hubugan sosial masyarakat Madura, dan dari budaya juga menjadikan sape sono’ ini sebagai sebuah hasil kreasi masyarakat yang menjadi kebanggaan. Sedangkan dari aspek tehnologi, lahirlah tehnologi untuk membibitkan sapi yang berkualitas dan menjaga kelestarian spesies sapi Madura.

Pengertian dari sape sono’ berasal dari bahasa Madura yaitu dari kata “srono” atau “nyono” yang artinya masuk. Masuk di sini adalah berkaitan dengan awal mula budaya ini, yang kerap digunakan menyambut tamu yang datang di rumah warga Madura. Jadi secara budaya, sape sono’ menyimbolkan sebuah kesopanan dalam bertingkah laku. Karena simbol dan makna itulah, sejak sekitar tahun 1970-an di Madura, sape sono’ mulai digunakan sebagian masyarakat untuk penyambutan tamu dalam berbagai acara. Misal saja acara pernikahan, ataupun khitanan.
Arena yang digunakan untuk kontes sape sono’ biasanya satu lokasi dengan lapangan Kerapan Sapi, akan tetapi dilengkapi dengan panggung kayu yang diberi garis lintasan, serta labhang saketheng ( semacam Gapura ) yang diberi aneka benda seperti : cermin besar , orang- orangan atau topeng dan semacamnya, (supaya sapi ketakutan ketika melintasi gerbang) serta dipadukan dengan iringan kesenian musik Saronen. Saronen adalah sebuah musik khas Madura yang di antaranya terdiri atas bunyi-bunyian selompret dari kayu jati. Iringan musik saronen inilah menambah menariknya suasana sape sono’. Sehingga tidak hanya sapi yang dihias seperti pengantin, tetapi kelompok pemusik saronen juga dihias dengan seragam warna-warni.
Pada Kontes Sapi Sono, yang menjadi pokok penilaiannya adalah :
Keanggunan sapi ketika berjalan dengan dengan arah lurus kedepan.
Keselarasan pada saat berjalan serta kesesuaian langkah
seirama dengan musik pengiring.
Penilaian dilakukan oleh dewan juri didasarkan pada sejumlah ketentuan yang disepakati bersama sebelumnya,dengan menggunakan jumlah poin. Sebagai contoh adalah batasan waktu dari tempat gerbang start sampai dengan finish, yang harus diselesaikan dalam waktu dua menit. Ketidaktepatan waktu akan mengurangi poin yang telah didapat sebesar 5 poin. Pasangan sape sono’ yang menyentuh garis lintasan pada panggung akan mendapat sanksi berupa pengurangan lima poin. Sedangkan sapi yang berbalik arah dinyatakan gagal atau didiskualifikasi.
Penilaian terbaik diberikan pada pasangan sape sono’yang berjalan lurus serasi antar gerakan kaki. Setelah itu pasangan sape sono’ harus naik panggung yang terbuat dari papan, dengan cara menginjakkan dua kaki depannya di atas papan. Tepat di bibir papan kayu, dua kaki depan pasangan sape sono’ harus serasi diam menunggu penilaian dewan juri. Bila kaki tidak pas menginjak papan panggung, penilaian bisa berkurang. Begitu pun jika sepasang kaki depan sapi bergerak-gerak tidak tenang, penilaian juga akan berkurang.
Unsur penilaian lainnya , ketepatan berhenti dibawah gapura yang diberi benda yang menakutkan tadi. Sapi yang tidak takut atau berani dan terlatih dengan baik, akan berhenti tepat dibawah gapura sesuai dengan perintah pengendali atau pemiliknya. Sapi yang tepat berhenti dibawah gapura telah ditetapkan dewan juri sebagai pemenang .
Tidak bedanya manusia manakala mengikuti kontes ratu kecantikan, sepasang sapi sonok harus dirias. Diberikan panggonong (gunungan) yang biasanya dicat kuning keemasan, pakaian yang bersulamkan benang emas yang berkilauan ketika ditimpa sinar matahari, beludru merah dan juga kuning, kayu ukir bentaos dari Karduluk (sentra ukiran Sumenep), dan juga tak ketinggalan kelintingan (perhiasan bebunyian).

Kulit sapi dijaga agar tetap mulus, tak punya luka atau bekas luka sama sekali. sape sono’  harus bersih dan cantik secara fisik, seluruh bulu di badan sapi sonok juga harus dipotong pendek dan rapi. Kuku dan tanduk sapi harus terpelihara dengan baik. Makanannya, selain rumput sebagai menu utama, sape sono’ juga harus mendapat ramuan khusus yang terdiri dari  telur ayam kampung, kunyit, gula merah, bawang, daun bawang, asam Jawa, madu, kelapa dan dicampur dengan jamu sehat dari Madura.

Telur ayam kampung yang dibutuhkan  setiap ramuan untuk satu sape sono’ sebanyak 25 butir. Tidak boleh telur ayam negeri. Mendekati satu minggu sebelum kontes sape sono’, biasanya komposisi jamu sape sono’ ini ditingkatkan 2 kali lipat. Tak heran kalau akhirnya dijual dengan harga mahal.

sape sono’ juga harus rajin dimandikan di pandokan, yaitu, tempat khusus untuk memandikan sapi, dengan diberi sabun pelembut bulu dan dipijat seluruh badan minimal 2 hari sekali.

Tenaga yang dibutuhkan bagi pemilik sape sono’ di Madura satu atau dua orang perawat khusus. Sang perawat biasanya sudah pengalaman dan tahu ilmu dan berpengalaman dalam merawat sape sono’. Beban kerja siperawat sapi tak hanya terkait menu dan pijatan khusus pada sapi, mereka juga harus melatih sapi cara berjalan, melenggok-lenggok dengan iringan musik tradisional, dan gemulai gerakan kakinya, sehingga pintar kalau sudah saatnya diajak  berlomba.

Sape sono’biasanya dicancang (diikat) disepasang kayu patok dan bagian kaki depannya ditumpangkan ke papan yang posisinya lebih tinggi dibanding kaki belakang. Itulah basic latihan menarinya.

Demi kepintaran sape sono’ berlomba, tak jarang dihubungkan dengan hal-hal mistik. Sering sang pemilik sapi sonok datang pada orang yang dianggap sebagai orang pintar dalam dunia mistis, kasarnya dukun. Tujuannya, melancarkan jalannya permainan dan membuat sapi tunduk, pasrah, dan siap menghadapi lawan tangguh sekali pun. Dalam perspektif budaya, sapi sonok simbol kesopanan dalam bertingkah laku di kalangan warga Madura.

Selain ketangkasan dan keanggunan sapi, postur tubuh sapi sonok juga jadi kriteria penilaian. sape sono’ dikatakan bagus dan oke secara fisik jika memiliki punuk besar, lingkar dada lebar, bulu ekor hitam, dan badan panjang.

Apresiasi warga Madura terhadap budaya sape sono’ setara dengan karapan sapi. Di Pamekasan, misalnya, hampir tiap kecamatan di daerah itu ada warga yang memiliki sepasang atau lebih sape sono’…

(Agus Lempar)

Posting Komentar

Recent Posts

Label

Infos

More Text

Labels

Diberdayakan oleh Blogger.

Translate

About Me

Agus Lempar
Ada Dan Selalu Siap Untuk Anda...
Lihat profil lengkapku

Followers

Popular Posts

Blogger templates

 

Blogger news

Blogroll

About