fungsi guru lebih pada tataran moralitas |
Sapekerap.blogspot.com 02/05/2014 - Bhuppa’
bhâbhu’ ghuru rato.makna ungkapan itu adalah kepatuhan dan rasa hormat orang
Madura secara khusus pada figur-figur utama. Orang Madura pertama-tama harus
patuh dan taat pada kedua orang tuanya, kemudian pada guru (ulama), dan
terakhir pada rato (pemimpin formal atau biasa disebut birokrasi). Artinya,
dalam kehidupan sosial budaya orang Madura terdapat kepatuhan terhadap
figur-figur utama secara khusus yang sudah seharusnya dilaksanakan. Sebagai
aturan tidak tertulis yang mengikat setiap orang Madura maka pelanggaran atau
paling tidak apabila melalaikan aturan itu akan mendapatkan sanksi sosial sekaligus
kultural.
Kepatuhan
pada kedua orangtua sudah sangat jelas dan tegas bahkan tidak dapat
ditawar-tawar, apalagi digugat. Durhakalah jika seorang anak sama sekali
tidak patuh pada kedua orangtua kandungnya. Bahkan saya yakin, di masyarakat
dan kebudayaan manapun, kepatuhan seorang anak pada kedua orangtua kandungnya
adalah mutlak. Mungkin yang berbeda hanya dalam hal cara bagaimana dan dalam
bentuk apa seorang anak memanifestasikan kepatuhannya selama menjalani jalur
kehidupannya di dunia yang fana ini. Kemutlakan ini sama sekali tidak
terkendala atau dalam arti ditopang sepenuhnya oleh aspek genealogis. Artinya,
jika pada saat ini seorang anak patuh pada kedua orangtua kandungnya maka ada
saatnya pula anak itu harus menjadi figur yang harus dipatuhi anak kandungnya
ketika yang bersangkutan telah menikah dan mempunyai anak pula kelak. Jadi ada
semacam siklus yang berkesinambungan.
Sementara
sosok rato adalah sosok pemimpin dalam kehidupan tatanan masyarakat yang ada
sehingga dalam kehidupan sosial bisa
tercipta kerukunan dan kenyamanan dalam kehidupan sehari-hari…
Bagaimana
dengan kepatuhan orang Madura pada figur guru ???
Sebagai
orang yang memberi ilmu baik ilmu dunia maupun Agama sosok guru sangat
mempengaruhi langkah kita selanjutnya dalam kita sebagai mahluk individu maupun
kita sebagai mahluk social Oleh karena peran dan fungsi guru lebih pada tataran
moralitas dan masalah-malalah ukhrowi (morality and sacred world) maka
kepatuhan orang Madura sebagai penganut agama Islam yang taat tentu saja tidak
bisa dibantah lagi. Namun, apakah ada siklus yang berlaku sama seperti
kepatuhan pada figur kedua orangtua? Tentu saja tidak. Sebab, tidak semua orang
Madura memiliki kesempatan yang sama untuk dapat menjadi figur guru. Meskipun
banyak anggapan bahwa figur guru dapat diraih oleh seseorang karena faktor genealogis
(keturunan). Namun demikian, pada kenyatannya tidak semua keturanan (anak
kandung) dari figur guru akhirnya mengikuti jejak orang tua kandungnya. Ini
artinya, pada tataran ini makna kultural dari ungkapan bhuppa’ bhabbhu’ ghuru
rato masih belum memberi ruang dan kesempatan lebih luas pada orang Madura
untuk mengubah statusnya sebagai orang yang harus selalu patuh dan menghormati!
Selamat
Hari Pendidikan Nasional 2014…
(AL/Sapekerap.blogspot.com)
Posting Komentar