Lagi Nyantai Makan siang |
PERISTIWA perlawanan
yang heroik dari Letnan Ramli di Kamal dan kawan-kawannya memberi kesan kepada
Belanda bahwa semangat perjuangan Rakyat Madura sangat tinggi dan tetap
bergelora, begiru juga perlawanan dari daerah -daerah lain juga meluap-luap.
GUGURNYA
LETNAN R. MOHAMMAD RAMLI
Pada
hari jum’at tanggal 5 Juli 1946, sekitar pukul 08:00 terlihat enam buah tank
amphibi dan dilindungi oleh tiga buah pesawat udara jenis Mustang menuju Kamal,
dan pesawat udara tersebut menembaki daerah pantai, dan pesawat udara tersebut
menembaki daerah pantai yang diduga terdapat pos-pos pertahanan kita, yang
kemudian 6 buah tank amphibi Belanda terbagi dua menuju sasaran daerah
pelabuhan DKA dan pelabuhan Pier Timur.
Letnan
R. Mohammad Ramli dengan kejadian yang dihadapinya memerintahkan kepada anggota
Seksinya melalui Komandan Regunya untuk tetap mempertahankan pos-posnya sekuat
mungkin jangan sampai tentara Belanda dapat mendarat.
Perlu
diketahui Mohammad Ramli adalah seorang Perwira BKR dengan pangkat Letnan, yang
dipercaya untuk memimpin Seksi I Kompi IV Batalyon III Resimen Madura Barat,
dibawah pimpinan Mayor Mohammad Imbran dan bertugas untuk mempertahankan daerah
pantai Kamal, Pier Timur dan Jungjate.
Tiga
buah tank amphibi telah dapat mendarat dan menuju/melalui pelabuhan Pier Timur
ke darat dengan mengeluarkan tembakan-tembakan dan dalam hal tersebut Letnam R.
Mohammad Ramli memimpin Seksinya untuk menghadapi jangan sampai mendarat.
Dengan kekuatan dua regu yang bersenjatakan campuran dan diperkuat satu pucuk PSU
kaliber 7 mm dan satu pucuk MG kaliber 7,7 mm dapat membalas tembakan-tembakan
dari tiga tank amphibi tersebut.
Karena
kekuatan senjata yang tidak seimbang terpaksa sebagian regunya diperintahkan
untuk mundur dan melindungi sebagian regu lainnya dibawah pimpinan Letnan R.
Mohammad Ramli yang menpertahankan pintu masuk dari Pier Timur dengan
bersenjatakan pistol, keris dan pedang.
Dalam
mempertahankan pintu Pier Timur tersebut, Letnan R. Mohammad Ramli dengan
sebagian anggota regunya tetap melakukan tembak-menembak dengan tank amphibi
terdepan dan akhirnya Letnan R. Mohammad Ramli berusaha naik ke atas tank
amphibi dan tertembak sehingga gugur.
Di
lain pos-pos pertahanan di daerah Pelabuhan DKA sebelah Barat mereka masih
dapat melakukan perlawanan-perlawanan sehingga pihak Belanda tidak meneruskan
penyerangannya lebih jauh ke daratan di Kamal. Dan sekitar pukul 13:00 tentara
Belanda kembali ke Surabaya.
Almarhum
R. Mohammad Ramli telah gugur, atas permintaan keluarganya (Ayah dan Ibunya)
dimakamkan di pemakaman Asta Tinggi Sumenep, makam keluarga raja-raja Sumenep.
KERUGIAN
KITA DALAM PERTEMPURAN KAMAL
Personel
yang gugur :
- Letnan Satu R. Mohommad Ramli
- Letnan Abdullah (Sampang)
- Letnan Singosastro (Bangkalan)
- Tamtama Timbang (Kamal)
- Tamtama Bunadin (Kamal)
- Tamtama Reken (Kamal)
- Tamtama Lawi (Kamal)
- Tamtama Jalal (Kamal)
- Tamtama Munir (Kamal)
Personel
yang luka :
- Letnan Saleh (Sumenep)
- Letnan Haris (Sumenep)
- Tamtama Kasidin (Kamal)
- Tamtama Hanan (Kamal)
- Tamtama Junus (Kamal)
- Tamtama Na’im (Kamal)
- Pimpinan DKA Sarmani (Surabaya)
- Tamtama yang namanya tidak dikenal (Ketapang/Sampang)
Materiil
yang dirampas :
- MG kaliber 7,7 mm, satu pucuk
- Mesin Tulis
- Kendaraan Sedan
- Barang-barang milik Kepolisian Kamal
Belanda
dapat menangkap empat orang yang masing-masing bernama :
- Norimin, berasal dari Desa Baturubuh Kecamatan Kamal
- Marzuki, berasal dari agency Kamal
- Pak Ramjis, berasal dari Desa Kamal
- Pak Roji, bersak dari Desa Kamal
KERUGIAN
TENTARA BELANDA
Dari
pihak Belanda tidak diketahui berapa jumlah yang jatuh korban, dan menurut
keterangan beberapa orang korban, mereka diangkut dan dimasukkan ke dalam tank
amphibi.
GUGURNYA
LETNAN SINGOSASTRO DI PELABUHAN DKA KAMAL
Batalyon
III dari Resimen 35 (Resimen 5 Madura barat) yang berkedudukan di kamal
bermarkas di Rumah Dinas DKA Kamal, telah menempatkan senjata mitraliurnya di
pertigaan sebelah Barat Masjid Jamik Kamal. Senjata tersebut
dipertanggungjawabkan kepada Letnan Hasiri dan anggotanya, antara lain Kopral
Wani dengan beberapa anggota lainnya.
Mitraliur
itu diarahkan ke Timur untuk menjaga kemungkinan datangnya musuh yang
diperkirakan menyerang dari arah Timur. Letnan Singosastro yang dibantu oleh
Kopral Buhari dan Amrun ditugaskan untuk penarikan bom-bom tarik yang ditanam
sebelumnya, berada disebelah Barat pertahanan Letnan Hasiri tersebut, dan
penanaman bom-bom itu telah menjadi siasat pertahanan pantai untuk mencegah
sewaktu-waktu musuh mengadakan pendaratan atau pengintaian di pantai.
Sebelum
pendaratan tentara Belanda dimulai, mereka telah mengeluarkan tembakan gencar
dari laut. Dan saat terjadinya tembakan tersebut, Letnan Abdullah pada waktu
itu berada di sekitar Stasiun DKA Kamal untuk pulang ke Pamekasan dan ia sempat
menanyakan kepada Kopral Buhari yang sedang bersiap-siap untuk penarikan
bom-bom. Dengan terjadinya serangan tersebut Letnan Abdullah masih berkeinginan
untuk melihatnya dan tidak lama kemudian tentara Belanda telah berada di muka
pertahanan dengan bergerak maju di dekat gerbong kereta api dengan mengeluarkan
tembakan menuju ke pertahanan kita.
Dengan
terjadinya serangan tersebut mitraliur yang semula digerakkan ke Timur diubah
arahnya ke Selatan dan terus mengadakan tembakan pembalasan terhadap serangan
tentara Belanda sampai kehabisan peluru. Sedang Letan Singosastro sendiri pada
waktu itu sedang sibuk untuk meledakkan bom-bomnya, namun kesemuanya tidak
meledak tanpa diketahui sebabnya. Letnan Singosastro dengan gagalnya bom-bom
yang tidak meledak itu dengan segala upaya masih sempat minta sisa granat dari
Kopral Buhari dan granat dilemparkan ke sasaran musuh namun granat itu tidak
meledak juga, dan Letnan Singosastro dalam keadaan panik masih berteriak ke
bagian mitraliur yang sedang kehabisasn peluru untuk melanjutkan tembakannya
sampai ia tertembak oleh musuh dan meninggal ditempat.
Letnan
Hasiri sendiri selaku penanggung jawabdari mitraliur masih sempat mengundurkan
diri termasuk para anggotanya yang lain ke jurusan Utara untuk bergabung dengan
Markas Batalyonnya. Tentara Belanda masih terus melanjutkan serangannya ke
Utara disekitar rel kereta api untuk menguasai daerah pertahanan Kamal.
Adanya
korban dipihak kita sebagaimana tersebut diatas dan jenazahnya dikebumikan di
Pongkoran dekat dengan Stasiun Kereta Api (sekarang dipindah di Taman Makam
Pahlawan Jl. Soekarno Hatta Bangkalan).
Sehari
setelah peristiwa Letnan Ramli dan Letnan Singosastro itu, Belanda datang
kembali ke Kamal dengan Komandan Mayor Smith beserta stafnya dan sempat
berunding dengan satu Tim yang diketuai oleh Kahar Sosrodanukusumo sebagai
Utusan Pemerintah Madura dengan para anggota R.A. Ruslan Cakraningrat, Mr. Sis
Cakraningrat, R. Abdul Rasyid dan Zainal Alim. Pemintaan Belanda untuk
melakukan barter dengan Pemerintah Madura ditolak mentah-mentah oleh Tim.
Sejak
itu Belanda memperhebat gangguan provokasi dan memperkuat blokade ekonomi. Pada
bulan Pebruari 1947, satu pleton tentara Belanda mendarat di Kamal lagi dan
melancarkan tembakan-tembakan gencar terhadap Markas Tentara Nasional Indonesia
setempat. Batalyon Imbran sejak itu bubar dan daerah Batuporron, Kamal dan
Tanjung Piring diambil alih pertahanannya oleh Batalyon Hanafi (disebut
Batalyon I Resimen 35).
Dikutip
dari : Buku Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia di Madura
(Agus
Lempar)
Posting Komentar